Wednesday, April 08, 2009

The Mirrors

Bila Tuhan ingin mengamati DiriNya sendiri, Dia menginginkan cermin-cermin terang benderang dari satu sisi dan sisi gelap dari sisi lain. Tubuh-tubuh manusia berisi Qalb yang terang benderang pada satu sisi dan gelap pada sisi yang lain. Dia menyatakan diriNya pada sisi yang terang benderang. Bertambah terang benderang Qalb itu bertambah jelas ia me-refleksi kan Tuhan.

Keserbaragaman adalah didalam Qalb dan bukan dalam pengamat, karena itu Roh adalah refleksi daripada Tuhan, hanyalah satu Refleksi bukan Hulul atau Inkarnasi.
Keterang benderangan cermin me-refleksi-kan wajah dari pengamat, cermin Qalb ditutupi oleh kegelapan pada satu sisi, yang dinamakan kebendaan. Dalam hal ini pandangan si pengamat dilemparkan kembali kepadanya, maka refleksi itu hanyalah nama, untuk ini yang sebenarnya tidak ada. Yang kelihatan adalah wajah si pengamat.

Keserbaragaman wajah adalah wajah si pengamat, keserbaragaman adalah karena jumlah cermin, sedangkan wajah itu hanya satu, tak ada keserbaragaman dan satu wajah tanpa keserbaragaman dari cermin dalam berbeda ukuran, bikinan dan warna, dalam hal ini si pengamat membikin suatu kesalahan bahwa satu benda ini sebagai banyak. Dinamakan Ruh atau Amri Rabb dalam Syariat dan Tajali dalam Tasawuf, Tajalli sesungguhnya manifestasi dan memperlihatkan suatu benda kepada dirinya sendiri oleh dirinya sendiri, oleh karenanya bagi pengamatan Nafs ini, Dia membikin cermin-cermin dari DiriNya Sendiri, menamakan sisi mereka yang terang benderang dengan nama Qalb (batin) dan sisi mereka yang gelap dengan nama Qalib (tubuh). Dia memperlihatkan Dirinya Sendiri dalam sisi yang terang benderang

Cermin dan refleksi dan pengamat adalah satu dan realitas sama. Si Pengamat merasa tidak puas dengan nikmat keindahanNya dan akan mencarinya sampai ke batas yang tak ada kesudahannya Cermin tidaklah mengambil bagian dalam pengamatan. Keterangbenderangan dan kegelapan hanyalah alat -alat pengamatan. Sisi yang gelap dari cermin semata-mata hanyalah penebalan dan pengkongkritan dari keterangbenderangannya. Sebaliknya tidak ada kegelapan disitu, seperti air menebal menjadi es. Didalam air pandangan bisa tembus, dalam es hal ini tidak bisa. Tidaklah mungkin ada pengamatan jika hanya ada keterangbenderangan dan direfleksikan oleh kegelapan (karena ermin itu dilapisi). Tuhan tidak bisa melihat dirinya sendiri direfleksikan dalam malaikat-malaikat, yang merupakan tubuh yang terang benderang dan dalam hewan yang ada tubuh-tubuh gelap. Manusia mempunyai sisi yang terang benderang dan sisi yang gelap dan dengan begitu menjadi cermin yang cocok untuk merefleksikan Nya, suatu pembuluh yang cocok untuk mengamankan cahayaNya. Manusia tidak melihat jin dalam dunia ini, sebab mereka mempunyai tubuh dari cahya yang ditembus oleh pandangannya dan jin tidak akan melihat manusia di dunia yag akan datang sebab tubuh nya akan amenjadi lebih transparan (tembus cahaya) daripada jin.

"Dia berada dalam nafs-mu (dirimu), apakah engkau tidak memperhatikan"
(QS : Ad Dzariyat : 21)

"Kami telah mengutus seorang pesuruh dalam nafs-mu"
(QS At Thaubah : 128)

Menunjukkan bahwa ‘ke-aku-an’ daripada seseorang adalah seorang pesuruh.

"Laa yasani ardhi wa laa smaa’i walakin ya sanii qalbii abdul mukmin"
“Aku tidak bisa berada di bumi dan di langit, tapi aku bisa berada di dalam qalbumukmin yang shalih”.

Ruh adalah penjaga-penjaga pintu kerajaaan Illahi, dia membikin dirinya sendiri dan orang-orang lain mencapai Tuhan, oleh karena itu engkau menganggap dirimu sendiri sebagai utusan (khalifah) Tuhan, realitas manusia mempunyai keharusan dan kemungkinan pada masing-masing seginya.

Antara dua jari dari jari-jari Tuhan, berkata hadist dalam hal ini, dan juga QS Bani israil : 70
"Telah kami muliakan anak-anak Adam...."

Wednesday, April 01, 2009

Jasad Manusia

Kejadian jasad manusia mempunyai beberapa hikmah dan rahasia yang menyamairahasia kejadian langit dan bumi, maka alangkah baiknya kita memberi gambaranperumpamaan dengan serba ringkas dalam ilmu Tasrikh yaitu Ilmu Tentang Asal Usul Kejadian Manusia.
Bahwa Manusia mempunyai 360 tulang yang sama dengan 360 derajat pada lingkaran bumi dan juga 360 hari. Manusia juga mempunyai 17 sendi yang besar karena umumnya manusia terjaga setiap sehari semalam 17 jam yaitu 3 jam pada awal malam dan 2 jam pada awal siang dan 12 jam pada masa siang. Maka dalam 17 jam inilah gerak gerik anggota yang 17 sendi itu melakukan kebajikan atau kejahatan ? maka syariatnya diwajibkan dan difardhukan kepada manusia mengerjakan sholat lima waktu dalam sehari semalam sebanyak 17 rakaat.

Manusia mempunyai Urat-Urat besar dalam badan manusia berjumlah 12 yaitu jadi ibarat 12 bulan setahun dan 12 jam pada siang dan 12 jam pada malam. Dikatakan juga bilangan rambut manusia ada 124.000 yaitu supaya mengingatkan kepada kita jumlah Nabi-nabi yang diikhtirafkan ulama sebanyak 124.000 nabi dan banyak lagi rahasia-rahasia kejadian tubuh manusia yang sengaja ditinggalkan dan masih banyak lagi rahasia-rahasia diri manusia yang sama dengan alam semesta ini, diantaranya sbb :

Di alam dunia ada Siang dan Malam, didalam diri manusia ada Jaga gambaran dari Siang dan ada Tidur gambaran dari Malam.

Di alam dunia Hari yang Tujuh gambarannya di dalam diri manusia adalah Inderawi yaitu 2 lubang mata, 2 lubang telinga, 2 lubang hidung dan 1 mulut.

Di alam dunia satu tahun ada 12 bulan, gambarannya di dalam diri adalah 2 tangan 2 kaki, masing-masing memiliki 3 patahan tangan dan 3 patahan kaki dikali 2 (kiri dan kanan) adalah 12.

Di alam dunia satu Windu ada 8 tahun, gambarannya dalam diri adalah di tangan dan kaki ada mata (mata kaki) masing-masing 2 di tangan dan 2 di kaki dikali 2 (kiri dan kanan) jumlah 8.

Di alam dunia ada hawa Panas, hawa Dingin, hawa Angin dan hawa Tanah, maka didalam diri pun ada hawa nafsu Amarah, Lauwamah, Sawiyah dan Muthmainah.

Di alam dunia terang karena ada Matahari sumber kehidupan seluruh isi dunia, kenyataan didalam diri manusia ada Hidup nya, namun yang ini sifatnya gaib tidak dapat dijirimkan, kenyataan inilah yang harus dicari dengan tarikat untuk menyatakan sifat Hidup, tidaklah bisa dilihat dengan awasnya mata kepala tapi harus dengan mata batin (Rasa).

Yang menghidupkan jasmani kita itu adalah mataharinya Wujud yang disebut Jauhar Latif (Nur yang teramat halus) tidak akan dapat di indera, tapi wajib ketemu oleh kita. Al Qur’an menyebutkan :

”Semata-mata manusia buta didunia, maka di akhirat pun tetap buta"

Sebagai bandingan, bukti di alam dunia ini kita bisa bisa hidup karena adanya Terang, maka Terang-nya Batin pun harus kita telusuri agar ketemu dengan nikmat akhirat yang langgeng.

” Wa asmaihi ta’alla a badan bil kuffra”
“Barangsiapa yang hanya mengaji Asma saja tetaplah kafir”

Karena tidak mengenal akan barangnya, hanya menyembah Nama saja. Setegasnya kata Allah itu adalah Nama dan setiap Nama tentu mengambil dari bukti, dari Dzat SifatNya akan tetapi Dzat Sifat Allah SWT tidaklah bisa dilihat dengan awasnya mata kepala, bisa dilihatnya hanya dengan awasnya mata batin yang disebut Hakikat Muhammad karena hanya itulah yang bisa menyampaikan kita kepada Dzat SifatNya Allah SWT, sedangkan kepada SifatNya yaitu dengan
AsmaNya. Tidaklah ada kejadian yang bisa menyamai dengan kejadian manusia pada nisbat nya yang indah dan baik penciptaannya dan mulia keadaannya serta tinggi derajatnya jika dibandingkan dengan kejadian-kejadian yang lain seperti firman Allah dalam QS : At Tin ayat 4

“Sesungguhnya kami jadikan manusia itu sebaik-baiknya kejadian”

dan tidak ada satupun kejadian yang diperintah oleh Allah kepada malaikat supaya sujud dan tahiyat melainkan manusia (Adam) dan juga menyebabkan syetan dimurkai dan dikutuk oleh Allah karena ingkar pada perintahNya untuk memberi hormat dan sujud kepada manusia (Adam). DijadikanNya semua perkara pada manusia sifat Ma’ani yang Tujuh karena tempat menerima Atsar (tempat), Sifat Ma’ani Qadim yang dinamakan Naskhah Al Haq.

Sesungguhnya manusia itu Lemah dan Bodoh, apabila dimusyahadahkan akan kejadian diri semata-mata diri yang dzohir atau diri yang batin, maka tidaklah akan cukup Akal manusia untuk memikirkan Ruh, Akal, Nafsu dan Qalbu, maka sulit untuk memberikan gambaran atau takrif yang mensifatkan dari jenis apa ?. Maka Al Qur’an memberikan pengajaran sebagaimana firman Allah dalam QS : Al Isra: 85 :

“Jika engkau ditanya tentang ruh, katakanlah ruh itu adalah urusanKu”

Oleh karena susah akan membuat takrif, maka disebut oleh orang arif dengan nama Latifatul Rabaaniyah, maka bersungguh-sungguh guru-guru ahli ahli Ma’rifatullah melalui Tarikatnya yang disebut Ilmu Suluk karena :

Tidak ada hasil kejernihan dan kesucian hati dengan tidak melalui Tarikat (Pengambilan Ilmu atau Amalan dari Guru) yang diterima dari guru yang mursyid
Tidak bisa membedakan antara yang haq dan yang batil (makna sebenarnya dari hakikat ma’rifat).

Friday, March 27, 2009

Hakikat Lailatul Qadar

Sesungguhnya aku telah turunkan al Qur’an di malam yang penuh berkah “(Ad Dukhan : 3)

Hakikat Lailatul Qadar adalah kejernihan dan kebersihan, itulah mengapa Allah mensifatinya “pada malam itu dijelaskan segala perkara yang penuh hikmah”

Demikian halnya dengan nafsu, diciptakan didalamnya perkara-perkara yang penuh hikmah, dibisikkan kepadanya kedurhakaan dan ketaqwaan. Hati manusia ibarat langit dunia yang diturunkan kepada al Qur’an secara keseluruhan, lalu perlahan menjadi jelas dan terang, tergantung kepada si penerimanya. Mereka yang menerima dengan matanya tidak sama dengan mereka yang menerima dengan telinganya. Arti bahwa Al Qur’an diturunkan secara keseluruhan kedalam hatimu tidak berarti bahwa kita telah hafal dan merasakannya.

Namun artinya bahwa al qur’an itu telah kita miliki dan ada pada diri kita, hanya saja kita tidak mengerti dan tidak menyadarinya. Langit dunia pun demikian ketika turun kepadanya Al Qur’an tidak berarti ia menjaga nash-nash nya. Ini adalah permasalahan rohani... And then bagaimana Al Qur’an itu senantiasa turun terus menerus kedalam hati hamba-hamba, adalah karena kejadian itu tidak mungkin terjadi dalam dua masa yang berbeda, dan kejadian itu juga tidak mungkin berpindah dari satu tempat ketempat lainnya.
Ketika telinga mendengar suara yang membacakan ayat, maka Allah menurunkan ayat tersebut kedalam hati pendengarnya agar ia menyadari dan menjaganya. Apabila hati tersebut sibuk maka sang pembaca pun mengulangi bacaannya dan kembalilah Al Qur’an itu turun. Begitulah al Qur’an turun secara terus menerus dan abadi. Kalau ada orang yang berkata “Allah telah menurunkan al Qur’an kepadaku “ sesungguhnya ia tidak berbohong karena Al Qur’an telah senantiasa melakukan perjalanan kedalam hati dan sanubari hamba-hamba yang menjaganya. Maka sesungguhnya manusia yang sempurna tidak lain adalah Al Qur’an itu sendiri. Ia datang dari dirinya menuju malam yang penuh berkah. Malam itu gaib dan langit-langit dunia adalah tutup keagungan yang paling rendah, disana ada penerangan dan pembeda yaitu bintang-bintang dan tergantung hakikat ilahiyah untuk memahaminya. Ia menunjukkan hukum-hukum yang berbeda-beda. Manusia yang memahami itu semua. Bintang-bintang itu senantiasa turun kedalam hatinya hingga kemudian menyatu, lalu lenyap dan terbukalah hijab itu, sirnalah ia dari ketentuan “dimana” dan “apa” dan hilang kegaiban.

Al Qur’an yang diturunkan adalah kebenaran sebagaimana Allah SWT menyebutnya kebenaran, setiap kebenaran adalah hakikat dan hakikat Al Qur’an adalah manusia itu sendiri’.

Renungkanlah perjalanan ini dan engkau akan terpuji dipengujungnya.

Monday, March 02, 2009

Manusia Tuhan


Siapakah orangnya yang sudah bisa sholat yang di dalam sholatnya bisa mentransendir peran dirinya menjadi peran Ketuhanan, Qudrat dirinya menjadi Qudrat Allah dan Iradat dirinya menjadi Iradat Allah? Dirinya adalah Qodrat dan Iradat Allah. Qodrat dan Iradat dirinya sudah ditinggalkan. Peran dirinya, motivasi hawa nafsunya sudah dihilangkan. Siapakah sesungguhnya orang yang begitu? Apakah wujudnya orang yang seperti itu? Dia adalah bukan manusia, karena dia adalah makhluk yang datang dari hadirat Allah. Dia adalah orang-orang Tuhan. Dia adalah hamba-hamba Allah. Dalam sebutan orang biasa ia adalah orang-orangnya Allah. Tapi pendapat yang lebih ekstrim menyebutnya sebagai Wujudullah itu sendiri. Wujudullah itu bukan Dzatullah. Wujudullah adalah penampilan Tuhan.

Tapi tidak usah dipermasalahkan karena hakikatnya sama, hanya permasalahan bahasa. Pada pokoknya dia adalah orangnya Tuhan. Dia adalah manusia yang mengaf’alkan sifat-sifat Tuhan. Mereka adalah para Nabi, para Rasul, para orang suci, para sufi. Mereka adalah manusia biasa yang bisa ditanya dan diraba fisiknya. Dzatnya tetaplah dzat manusia, tapi wujudnya adalah wujud Tuhan. Karena perannya adalah peran Ketuhanan, kodratnya adalah Kodrat Allah, iradatnya adalah Iradat Allah. Jadi wujudnya adalah wujud Allah di dalam ruang dan waktu yang terbatas. Bukan Allah yang transenden tapi Allah yang imanen.

Pandanglah sebuah daun talas dengan setetes air di atasnya. Daun talas itu perumpamaan fisik, air adalah perumpamaan diri, sedangkan sorot matahari yang ada di dalam air itu adalah perumpamaan kehadiran Tuhan di dalam diri. Meskipun Tuhan tidak bisa diperumpamakan, ‘Dzat laitsa kamishlihi’ tapi ini adalah rekayasa akal untuk bisa mempersepsikan sesuatu yang tak bisa dipersepsi. Dia persis seperti matahari, bersinar putih cemerlang. Tetapi refleksi matahari ini tidak bisa dikeluarkan dari air, karena pada hakikatnya ia ada. Begitu pula dengan manusia Tuhan, dia persis seperti Tuhan. Kehendaknya adalah kehendak Tuhan. Hidayahnya adalah hidayah Tuhan. Tetapi dimana letak Tuhan di dalam dirinya tidak dapat ditunjukkan, karena hanya pantulan semata. Seperti itulah para Nabi, para Rasul, dan para sufi besar. Hanya wujud mereka saja yang lemah tapi Peran, Kodrat, dan Iradatnya adalah milik Tuhan.

Dalam permasalahan inilah timbul perbedaan pendapat antara ahli ilmu kalam dengan ahli ilmu tasawuf. Karena para ulama hanya memahami bacaan, sedangkan ahli tasawuf menghayati kehidupan. Perolehanan para sufi adalah dari penghayatan hidup. Penghayatan dalam mencari siapakah sesungguhnya dirinya. Bukankah agama mengatakan kalau kita berbuat baik bukan kita yang berbuat baik, tapi Allah-lah yang berbuat baik, hanya melewati diri kita. Kita bukan Allah. Tapi kalau kita berbuat buruk, maka kitalah yang berbuat buruk, bukan Allah. Seperti itulah, Kodrat dan Iradatnya adalah Iradat Allah.

Sebagian manusia memahamai hanya melewati suatu bahasa tinggi, bahasa falsafah. Sedang bagi para sufi ini hanya perbedaan bahasa, bukan perbedaan substansi. Jadi antara ahli ilmu kalam atau ilmu tauhid dengan para ahli tasauf sesungguhnya tidak berbeda. Perbedaannya hanya perbedaan bahasa. Perbedaan kecerdasan untuk mengungkapkan siapakah Tuhan sebenarnya. Karena Tuhan dalam Ahadiyah-Nya, tak seorangpun yang tahu. Bahkan Nabi2 juga tidak tahu. Malaikat2 pun tidak tahu. Tuhan dalam kesendirian-Nya adalah tertutup, tidak ada sesuatupun yg tahu. Sehingga Rasulullah ketika ditanya bagaimana ma'rifatnya terhadap Allah, dia hanya mengatakan "Araftu bi rabbi...." Kukenal Tuhanku dengan Tuhanku. Bukan dengan akalku, bukan dengan ibadatku, ataupun kesucianku. Kukenal Tuhanku dengan Tuhanku. Yang mengenal Tuhan itu Tuhan sendiri yang hadir dalam hatinya.

Daun talas tidak tahu apakah matahari ada atau tidak ada. Air yang di atasnya pun tidak tahu matahari ada atau tidak ada. Yang mengetahui bahwa matahari ada itu hanyalah matahari kecil yang ada dalam refleksi ini. Matahari kecil ini adalah perumpamaan iman. Kehadiran Allah di dalam dada menurut istilah syariat adalah iman. Kehadiran Tuhan adalah bagai pantulan ini, yang bukan bagian diri kita karena ketika kita mengeluarkan matahari kecil ini nyatanya tidak bisa. Maka Rasulullah mengatakan "Kukenal Tuhanku dengan Tuhanku". Bukan dengan akalnya, bukan dengan perbuatan amal sholehnya, melainkan dengan Allah yang hadir pada dirinya. Itulah yang mengetahui Tuhan. Maka banyak doa yang menyeru Tuhan dengan sebutan "Wahai Dzat Yang tiada tahu siapa Dia kecuali Dia sendiri". Yang tahu siapa Allah itu hanya Allah, yaitu Allah yang transenden. Allah Yang dalam Al-Ahadiyat-Nya. Allah Yang Tetap.

Wednesday, February 25, 2009

Mentari Tengah Hari

Manusia-manusia itu ada yang dikirim dari kesatuan kepada kejamakan, dari Wahdat ke Katsrah. Mereka ditutupi oleh kegelapan dari sifat dasarnya sendiri. Hal ini berlangsung melalui Tajalli daripada kemurkaan Illahi, yang mana do’anya :

A’udzu bi afwika min shaktika
“Aku memohon perlindungan ampunan dari kemurkaanMu”

A’udzubilahi mina’syaithoni’rajjim
“Aku memohon perlindungan Allah dari syetan yang direjam”.

Tajalli ini bagai awan panas yang bisa terbang menghilang. Ini adalah kehidupan manusia ‘yang di setujui’ dari kehidupan manusia yang dilakukan seorang salik.
Ada pula kelalaian manusia ‘yang di akui’ diatas bumi ini dan mengamati perbuatan-perbuatan dari adat-istiadat dari kaum mereka sampai kepada batas, bahwa pembatasan-pembatasan duniawi mereka tidak mengambil warna dari Ruh, seperti terjadi pada Aulia tertentu dan nabi-nabi seperti Idris. Tajali ini daripada Dzat timbul pada suatu saat dan menghilang disaat yang lain. Bila berlaku terus menerus, pembatasan-pembatasan pun akan hilang.

Arwahinna ajsaadinaa wa ajsaadinaa arwahinaa
“Roh Kami adalah tubuh Kami dan tubuh Kami adalah roh Kami”.

Ada juga beberapa yang dimusnahkan yaitu menjadi lupa pada diri mereka sendiri dalam suatu Tajalli daripada Dzat, dan berada tetap dalam Maqom-i Mahmud (tempat yang mulia) untuk selama-lamanya, mereka adalah Madzjuub Absolut. Beberapa di antara mereka yang kembali dari tempat yang mulia itu, menjadi saalik. Dalam suluknya mereka terkadang menjadi bebas dan begitu menurun, mereka menjadi seperti ternak dan menurun lagi, Ulaikaa’l anaami balhum adhallu’ dan kadang-kadang beberapa diantara mereka mendapat kenaikan dengan melakukan perjalanan dari tajalli dari Dzat kepada Sifat dan dari Sifat kepada Af’al. Dengan demikian lengkaplah sirkuit dari perjalanan mereka. Suluk ini terjadi dari perjalanan kepada Tuhan, dengan Tuhan (bi’llah), dalam Tuhan (fi’llah) dan bersama Tuhan (ma’a’llah). Perjalanan itu adalah reklamasi yang lain-lain.

Seorang madzjuub kembali dari jazbaah bagai matahari di tengah hari, tidak membuat bayangan, dan dalam kembalinya, dia seperti matahari yang terbenam yang telah melakukan semua perjalanan.

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagimu dan
Ku cukupkan kepadamu nikmatKu” (QS : Al Maidah : 3)

Sunday, February 15, 2009

Bayangan Neraka

Alam dunia dan segala isinya ini adalah bayang-bayangnya neraka, mari kita tatap matahari, gunakan sebuah cermin kaca yang berwarna hitam, maka akan nampak bayangan sebuah bola api besar yang menyala-nyala, bayangkan panasnya, mencapai ribuan derajat celsius. Tetapi bila kita mendekati ke pusatnya, misal pernahkah anda hiking? naik ke puncak gunung, mendekati matahari, maka semakin tinggi semakin sejuk udaranya dan sinar matahari lebih terasa nyaman.

Sohibz, kiasan ini (qiyas) memberi satu petunjuk agar setiap manusia mau berpikir dan mencari dan jangan merasa jauh dengan Dzat Allah SWT.
Cermin kaca hitam tadi itu ibaratnya Jasmani kita yang menjadi hijabnya kepada Dzatullah. Sumsum, Tulang, Daging dan Kulit kita inilah yang menjadikan hijabnya kepada Allah SWT.

“La hijabak illa wujudika papnin”
“Sesungguhnya Allah tidak menghijab selain diri kamu, jika ingin tahu akan Aku, bongkarlah dirimu, jangan merasa memiliki ada wujud dan alam ini sebab Aku Nafi Isbat"

So...bagaimana caranya agar kita bisa menghilangkan jasad dan alam dunia ini ? Apakah waktu tidur ? waktu pingsan ?. Tidaklah seperti itu, karena walaupun dalam tidur tidak merasa ada wujud dan dunia terasa menghilang, tetap dalam kondisi seperti itu tidak akan ketemu DzatNya Allah SWT. Manusia waktu tidur adalah lupa, bahkan Iman pun tidak ada, sebab bukan demikian jalannya. Patokan ma’rifatullah adalah dari tarikat, belajar Ilmu harus disaat jaga, yaitu dalam Terang. (Terang artinya Tahu, Pengetahuan itu adalah Ilmu) segala pekerjaan manusia dikerjakan ditempat terang, terangnya cahaya dan tahu ilmunya. Tanpa itu segala pekerjaan adalah sia-sia.

Thursday, February 12, 2009

ASMA ALLAH

Allah itu setegasnya adalah nama Tuhan yang diibadahi oleh semua mahluk diseluruh alam dan zaman. Allah adalah bibit buit segala yang wujud yang ada di semua alam dan zaman. Allah itu Wujud Yang Maha Suci yaitu kontaknya dari segala yang disebut Suci, yang menjadi ‘segara-nya rasa-rasa yang Suci’.
Kita adalah mahlukNya, yang berasal dari Dia harus mau berjalan menuju Allah SWT, mau ber ikhtiar mencari jalan (Ilmu) nya agar mengenal dan merasakannya dengan yaqin, hingga kelak bila kita telah selesai mengembara di alam dunia ini, bisa kembali lagi kekampung asal kita, yaitu ke alam kelanggengan yang penuh dengan kenikmatan, bisa masuk ke wujud yang penuh dengan rasa suci yaitu kepada Allah SWT, kepada Rasa Allah, menepati dalil Al Qur’an “Innalillahi wa inna llaihi Rojiun”.

Asma Allah (Nama ALLAH) itu ada empat huruf yaitu Alif Lam Lam Ha, asal dari Dzat Sifat Allah jua. Dzat adalah Kenyataan, Sifat adalah Rupa. Keempat huruf itu hakikatnya asal dari Nur yang empat rupa, yaitu sorotnya dari Jauhar Awal (Nur Allah) yang sifatnya terang, kemudian muncul kenyataan cahaya Af’al yang disebut Nur Muhammad atau Hakikat Adam, bibit buit alam ini yaitu yang disebut Naruun, Hawaun, Turobun dan Ma’un. Segala yang ada di alam ini, benar semua berasal dari Allah, yaitu dari Nur yang empat tadi dan ke-limanya adalah Jauhar Awal. Tidaklah berpisah Dzat dengan SifatNya Maha Suci, juga Asma-nya, sudah Sa-Adat antara Allah, Muhammad, Adam bergulung yang disebut Ahadiat, Wahdat, Wahidiat atau Dzat, Sifat, Asma. Sedangkan Af’al nya yakni Alam Dunia dan segala isinya.

Adanya Api di alam dunia dari sorotnya Naruun (cahaya merah)
Adanya Air di alam dunia dari sorotnya Ma’un (cahaya putih)
Adanya Angin di alam dunia dari sorotnya Hawaun (cahaya kuning)
Adanya Tanah di alam dunia dari sorotnya Turobun (cahaya hitam)

Asma Allah tidak pernah jauh dari Qadimnya, tetap ada lima huruf, Rukun Islam ada lima perkara, Sholat ada lima waktu, Imam (Madzhab) ada empat kelimanya Baitullah, Sahabat Nabi ada empat, kelimanya Rasulullah sendiri, semuanya mengisyaratkan lafadz Allah SWT. Dia yang begitu Sempurna.... Dia Yang Maha Hidup...dalam Qur’an Suci disebutkan bahwa Allah SWT meliputi tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi, kenyataannya diliputi semuanya itu adalah oleh Asma-Nya. Satu Asma tapi cukup untuk semuanya.

Tuesday, February 10, 2009

Nafsu Manusia

Setiap manusia yang Hidup di alam ini tentu memiliki Rasa, dimana ada hidup tentu ada Rasa, ada Rasa tentu ada Hidup. Hakikat Rasa adalah utusan Hidup. Jirim dan Jisim manusia adalah tempat Rasa. Hidup dengan Rasa, kaya akan Rasa. Pada hakikatnya manusia lahir ke dunia ini karena ada Rasa, yang tak lain dari Rasa Ibu dan Bapak kita, setelah sah menjadi suami istri, sejak sah melaksanakan kewajibannya sebagai suami istri, dimana dua rasa bergulung menjadi satu. Didalam rahim sperma tumbuh menjadi segumpal darah, lalu menjadi janin dan ada hidup setelah 120 hari, Allah SWT mengutus Ruhul Qudus kedalamnya. Ketika bayi lahir ke alam dunia Ruhul Qudus atau ‘Hidup Suci’ itu kontak dengan hawa-hawa dunia yang mengadung unsur-unsur Air, Angin, Api, dan Tanah, timbullah Nafas yaitu sifatnya Nyawa.

Saat pertama kali bayi mengecap air susu ibunya, maka Rasa Sejatinya atau Rasa Azali nya kontak dengan saripati-saripati makanan yang terkumpul dalam ASI, yang asal kejadiannya pun dari empat unsur-unsur alam dunia tadi, sebab jika Ibunya tidak memakan makanan yang ada di alam ini, tidaklah mungkin akan ada air susunya. ASI yang dihisap bayi terus mendorongnya menjadikan sebuah keinginan (nafsu), maka dari situ mulai tumbuhlah Nafsu, yaitu pada saat kontaknya Rasa Sejati dengan Air Susu Ibu, betapa si bayi merasakan manisnya rasa susu yang membuatnya semakin lama semakin ketagihan, telat diberi ASI pun menangislah sang bayi,hawa dari makanan dan minuman terus mendorong bayi tumbuh membesar dan memproduksi Darah, inilah yang disebut Roh Jasmani.

Buktinya jika darah mannusia beku maka berhenti pula Nafas dan Nafsu-nya, sedangkan Hidup Suci yang di utus Allah SWT tadi sewaktu azali, akan tetaplah Hidup, karena asal dari Sang Maha Hidup. Bayi semakin hari semakin tumbuh besar, semakin kuat pula keinginannya, maka semakin tebal pula nafsu-nafsu menghijabnya hingga lupa kepada hidup-nya yang azali. Alangkah arifnya bila kita manusia mau mengenal ke asal-usul kejadian dirinya, karena ini semacam barometer untuk mengenali jalan pulang ke kampung asalnya yaitu ke Sagara Hayat, kepada Sang Maha Hidup, Allah SWT. Berusahalah agar menjadi arif, jika kita telaah Rukun Islam yang kelima yaitu Naik Haji ke Baitullah, bila dipikir dibolak balik, dikaji dan ditelaah dengan seksama, maka itu mirip sebuah ibarat, illustrasi perjalanan manusia ke Pusat Diri, salah satu rukun haji yaitu melaksanakan Thawaf mengelilingi Ka’bah yang gerakannya melingkar yang berlawanan dengan arah jarum jam, mengandung makna menyingkapkan kembali hijab-hijab diri dari nafsu-nafsu yang terlanjur membalut raga, agar bisa menemukan kembali Hidup Suci, bisa “Mulih ka Jati Mulang ka Asal”, menepati dalil Qur’an Suci - Innalilahi wa inna illaihi Rojiun...

"Sesungguhnya kita (manusia) berasal dari Allah dan Sesungguhnya kita (manusia) akan kembali kepada Allah jua"

Benarkah kita merasa asal dari Allah SWT ? Jika pengakuan kita seperti itu, maka WAJIB kita kembali itu kepada Allah SWT.

Thursday, January 29, 2009

Sea of Love

Adakah diantara kita, yang masih ingat masa dulu sewaktu masih berada di alam batin, yaitu sewaktu masih berada di QadimNya sebelum turun ke dunia ini? Mustahil, jika ada manusia yang akan ingat, sebab disitu ia tidak merasakan apa-apa, rasa enak dan tidak enak pun luput, sebab masih berada di dalam Sagara Hidup (Bahrul Hayat). Suatu ittibarah dalam proses kehidupan sehari-hari, kita ini ibarat Air di lautan yang Rasa-nya Asin sebagai ibarat Rasa Batin, yaitu sebelum kita lahir ke alam dunia, sebelum Rasa Sajati dibalut Rasa Jasmani.

Melalui suatu proses alamiah yang menyebabkan Air Laut menguap karena sorotnya matahari, air menjadi uap dan bergulung menjadi awan, lalu tertiup angin hingga sampailah ke daratan, ke pegunungan, setelah itu menjadi mendung dan turun kembali menjadi Hujan. Rasa Asin air laut itu pun berubah menjadi tawar. Setiap titik Air Hujan bila kita renungi maka itu memberikan suatu ibarat dimana setiap titik-titik air ibarat menjadi satu nyawa setiap mahluk, karena itu tak terhingga banyaknya. Rasa Batin manusia setelah datang ke alam kausalitas ini pun berubah menjadi ada ‘rasa enak dan tidak enak’. Terbukti ada susah ada senang, ada sedih ada bahagia. Lalu bagaimana rasa azali itu dapat dirasakan kembali ?
Renungkanlah perjalanan air laut yang sudah menjadi tawar itu, kembali lagi ke asalnya yaitu ke lautan. Air mengalir selalu mengikuti dataran rendah agar bisa kembali ke asalnya laut, juga memberikan pelajaran bagi umat manusia, air senantiasa melambangkan sifat handap asor, selalu menari yang rendah, ibarat manusia belajar mengurangi nafsu serakahnya yaitu nafsu Lauwamah dan selalu berusaha untuk :

- Mencari Jalan untuk kembali ke asalnya
- Mencari Akal agar bisa kembali ke asalnya
- Mencari Ilmu agar Rasa Dunia kembali ke Rasa Sajati

Tetapi jika air tawar tadi tidak dapat menemukan jalannya untuk mengalir kembali ke lautan, sudah tentu tertinggal di selokan, di comberan, dikubangan, di got dan berbau busuk. Lalu bagaimana dengan manusia? bukankah ingin juga kembali ke asal jika kelak pulang? Jika tidak bisa kembali ke asalnya, kepada Allah, maka akan tetap tinggal di Rasa Dunia atau di Rasa Jasmani hingga kiamat, lalu siapa yang akan menerima siksa ? ya Rasa Jasmani yang tertinggal di dunia saat hancur leburnya (kiamat) alam dunia ini.

Ma'rifat adalah...

Mengetahui dari awal sampai akhir
Nampak terbentang luas dan nyata
Merenung dengan mata kepala sendiri
Merenung dengan mata hati

Maka setinggi-tinggi ma’rifat itu dinamakan Kasyaf
Maka sebaik-baik ma’rifat itu dinamakan Dzauq

Oleh karena itu Ma’rifat dapat terbagi kepada enam perkara sbb :

Ma’rifat Qolbu artinya Renungan HATI
Ma’rifat Ruh artinya Renungan RUH
Ma’rifat Sirr artinya Renungan RAHASIA
Ma’rifat Da’im artinya Renungan DIRI
Ma’rifat Hulul artinya Renungan SIRRUL WUJUD
Ma’rifat Ittihad artinya Renungan SIRRUL WUJUD

Hulul dan Ittihad adalah berbeda walaupun berkenaan dengan WahdatulWujud

Ma’rifat itu ada 3 perkara
Ma’rifat DIRInya
Ma’rifat HAMBA (Kawula)
Ma’rifat KeTUHANan (Gusti Allah)

Pintu Ma’rifat itu ada 4 perkara
Ma’rifat orang Syariat, yang tahu atau tidak, pada Lubang Mulutnya
Ma’rifat orang Tarikat ialah pada Lubang Hidungnya
Marifat orang Hakikat ialah pada Dua Biji Matanya
Ma’rifat orang Ma’rifat ialah pada dua keningnya yang disebut Wajah

Secara garis besar aturan mempelajari ma’rifatullah itu, Taat pada Allah SWT
Jangan putus asa, Jangan ujub, ri’ya dan takabur. Berharap kepada Allah SWT mendapat Taufiq dan Hidayah, Ridha menyerahkan diri kepada Hukum Allah.

Ma’rifat itu ada 4 perkara
Ma’rifatu Syariat, Kajian Lahir yaitu Ma’rifat Diri yang Berdiri /Tubuh
Ma’rifatu Tarikat, Kajian Batin yaitu Ma’rifat Diri yang Terdiri /Hati
Ma’rifatu Hakikat, Kajian Gaib yaitu Ma’rifat Diri yang Terperi/Nyawa
Ma’rifatu Ma’rifat (Sirr), Kajian Rahasia yaitu Ma’rifat Diri Azali/Rahasia

Ma’rifat ialah mencari Hakikat yang Kamil oleh karena itu apabila telah menjadi Ahli Hakikat yang Kamil atau disebut Ahli Ladunni, yaitu termasuk golongan Arif Billah, maka tidaklah ada ma’rifat lagi kepadanya. Orang-orang yang demikian termasuk golongan Martabat Wasillah.

Sedangkan Hakikat yang belum Kamil dinamakan :
Ahli Kasyaf itu setinggi-tingginya Ma’rifat
Ahli Dzauq itu sebaik-baiknya Ma’rifat
Ahli Majzub itu semulia-mulianya Ma’rifat

Ahli ma’rifat yang mempunyai derajat tinggi dinamakan
Ahli Musyahadah
Ahli Insaniah
Ahli Rohaniah
Ahli Jirim

Tuesday, January 20, 2009

HAQMA

Besides the large, "international" orders, several orders of purely local character have emerged, some of them syncretic in doctrine and practices. It is not possible to draw a sharp boundary separating local tarékat from kebatinan movements, apart from the former's explicit attachment to the Islamic tradition.
Most of the local orders are considered as unorthodox by the other tarékat, either because their teachings are suspected to deviate from the sharî`a or because they lack a sound silsila. In order to disassociate themselves from local sects of suspect orthodoxy, a number of large orders have united themselves in an association of "respectable" (mu`tabar) tarékat, with silsila and sharî`a-adherence as the major criteria for membership.

One local tarékat apparently influential in the late 19th century was the Haqmaliyah, which had its following mostly in the Cirebon-Banyumas zone, where the Sundanese and Javanese cultures meet. It was suspected by the Dutch of anti-colonial agitation and is repeatedly mentioned in intelligence reports. Three leading teachers were arrested and exiled; after that, it was not heard of for some time. It resurfaced in Garut, where it was taught by Kiai Kahfi (Doel Kahfi)and his son Asep Martawidjaja, who expounded the teachings of the order in a long didactic text in Sundanese, Layang Muslimin - Muslimat. From Garut it spread to various parts of Java where survives in a number of small groups. The Hakmaliyah firmly adheres to wahdat al-wujûd metaphysics and considers Abd al-Karim al-Jili's Al-Insân al-Kâmil as the most authoritative doctrinal text. It has also a distinctive meditational technique, not found in the other orders. (Martin Van Bruinessen)

Islam=Selamat

Agama Islam turun dari Allah SWT yang disampaikan Jibril kepada Nabi Muhamamad SAW. lalu disampaikan kepada umat manusia, segala petunjuk Allah diseluruh alam. Islam adalah agama yang menyelamatkan umat manusia khususnya dan mahluk Allah pada umumnya, baik di dunia maupun di akhirat sesuai QS : Ali Imron : 19 dan 85.

“Inna diina ‘Indal laahil Islam, wa makhtalafal ladzinina uutul kitaaba illa min ba’dimaa jaa ahumul ‘ilmu bayaan bainahum. Wa man yakfur bi aayatil lahhi fa inal lahaa sarii’ul Hisab”

“Wa may yabtagi ghairal Islaami diinan fa lay yaqbala min hu wa hua fil akhiraoti minal khosiriin”

“Sesungguhnya agama disisi Allah adalah yang menyelamatkan (Islam=Selamat) dan tidak ada perselisihan daripada ahli-ahli kitab itu melainkan sesudahnya mendapat ilmu, hanya karena aniaya diantara mereka dan barang siapa yang mengingkari, sesungguhnya Allah akan meng hukumnya”

“Dan barangsiapa mengambil agama lain selain yang menyelamatkan (Islam, tidaklah diterimaNya dan mereka itu tergolong orang yang merugi di akhirat”

Perkataan Islam dalam ayat-ayat itu adalah maksud daripada agama Allah. Islam artinya Selamat (Bahagia). Agama, yaitu aturan yang menyelamatkan. Agama Islam yang dimaksudkan dalam ayat-ayat tersebut diatas adalah agama Allah yang telah tercantum didalam kitab-kitab suci Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an yang dipimpin Nabi Muhammad SAW dan Nabi-nabi Allah yang terdahulu. Sesuai QS : Al Baqarah : 136 sbb :

“Katakanlah oleh engkau sekalian :
Kami telah mempercayai Allah dan apa-apa yang telah diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak dan Yakub dan keturunannya, dan apa-apa yang telah diturunkan kepada Musa, Isa dan apa-apa yang telah diturunkan kepada para Nabi dari Tuhannya dan kami tiada membedakan salah satu diantara mereka dan kami sekalian berserah diri kepadaNya (Allah)”

Agama yang menyelamatkan yaitu agama yang berpedoman kepada kitab-kitab Allah. Dengan sendirinya barangsiapa mengikuti agama yang berpedoman Al Qur’an, berarti pula mereka mengikuti petunjuk-petunjuk didalam kitab-kitab Injil, Zabur dan Taurat, karena Al Qur’an adalah himpunan daripada inti sari petunjuk-petunjuk yang tercantum didalam kitab-kitab tersebut. Setelah diketahui intisari dari pada ayat yang tersebut diatas, maka agama yang berpedoman kepada kitab-kitab tersebut adalah agama yang menyelamatkan, yang ke semuanya terangkum dalam Islam.

Gerak Azali

Semua yang dapat bergerak di alam ini, seperti gerakan planet-planet, gravitasi, pasang surut adalah fenomena alam yang tunduk kepada hukum matematis, karenanya kita dapat mengenal alam. Kenyataan ini menunjukkan adanya suatu intelegensia yang memberi tempat kepada susunan planet-planet di angkasa dan memberi perangsang untuk gerakannya dan membukti kan Tuhan itu ada. Semua yang dapat bergerak di alam ini seperti gerakan planet-planet, gravitasi, pasang surut adalah fenomena alam yang tunduk kepada hukum matematis, karenanya kita dapat mengenal alam. Kenyataan ini menunjukkan adanya suatu intelegensia yang memberi tempat kepada susunan planet-planet di angkasa dan memberi perangsang untuk gerakannya dan membukti kan Tuhan itu ada.

Gerakan planet-planet, gravitasi, pasang surut adalah fenomena alam yang tunduk kepada hukum matematis, karenanya kita dapat mengenal alam. Kenyataan ini menunjukkan adanya suatu intelegensia yang memberi tempat kepada susunan planet-planet di angkasa dan memberi perangsang untuk gerakannya dan membuktikan Tuhan itu ada.

sebagai sebab akhir dari semua gerakan
sebagai sebab akhir dari semua peristiwa
sebagai dasar yang wajib dari semua kemungkinan
sebagai sebab yang sempurna dari semua kesempurnaan
sebagai sebab dari pada kepatutan tertuju semua kepada tujuan dari alam nyata.

Dzat Allah ialah Dzat Mutlak yang menerangkan sifat-sifat kesempurnaan daripada semesta alam, karena Dzat Allah lah sebab dari semua keadaan yang diturunkan.

Ada tiga hal penyebab berlangsungnya suatu Gerak

- Gerakan yang sebabnya datang dari luar, misalnya kita menggerakan sesuatu
- Gerakan asli, misalnya jatuhnya sesuatu yang berat ke tanah
- Gerakan yang sebabnya datang dari dalam.

Sebab yang menggerakan seperti pada manusia yang berbuat dan berpikir bebas, senantiasa masih berhubungan dengan keadaan diluar yang menjadi sebab penggerak, yang menjadi akibat sendiri dari sebab penggerak yang ada diluarnya : jadi senantiasa ada penggerak yang umumnya digerakkan sendiri. Kita menggerakan sesuatu benda, maka tangan kita yang menggerakan sesuatu itu digerakkan oleh otak dan otak digerakkan oleh kesan inderawi dan nalar. Inderawi digerakan oleh rangsangan dari luar dan perangsang ini berasal dari pangkal yang mengadakannya, tetapi oleh karena rentetan sebab-sebab, penggerak ini tak mungkin ada akhirnya, maka haruslah ada sebab peng gerak pertama, yang tidak bergerak sendiri dan tidak menggerakan diri sendiri, karena bila tidak demikian, maka sebab penggerak pertama menjadi kemungkinan yang berbuat, yang memerlukan sebab penggerak lagi untuk bergerak. Penggerak pertama ialah Allah Yang Maha Kuasa.
 
© Copyright 2012 RasaDzaati
Alwinz